BANDUNG - Di tengah sejuknya udara pagi hari di Kota Bandung, Senin
(27/2/2017) pagi, peristiwa ledakan bom di Taman Pandawa dan aksi teror
di kantor Kelurahan Arjuna, Cicendo, menyeruak.
Siaga Densus 88 Didepan kantor Kelurahan Arjuna, Kota Bandung, Senin (27/2/2017). |
Polisi menyebut pelaku sebagai terduga teroris berinisial YC.
Dia diketahui pernah dipenjara dan pernah mengikuti latihan teroris di Aceh.
Pertanyaan demi pertanyaan muncul. Salah satunya, mengapa
Bandung dipilih sebagai lokasi ledakan bom panci ini?
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengaku heran dengan
teror Bandung ini karena, menurut dia, motivasi pelaku tak jelas.
Jika pelaku ingin memberi pesan, lanjut dia, seharusnya aksi itu
dilakukan pada obyek yang memiliki identitas, misalnya jika pesan
ditujukan kepada pemerintah, peledakan bom seharusnya dilakukan
langsung di kantor kelurahan, bukan di taman kosong.
"Saya enggak ngerti kami kota bahagia, tidak ada ideologi Barat,
simbol bisnis, dan lain-lain. Saya enggak bisa jawab, kamu tanya
ke orang intelijen," kata pria yang kerap disapa Emil ini saat ditemui
di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalemkaum, Senin (27/2/2017).
"Karena kalau saya mau memberi pesan saya melakukan destruksi
di tempat yang punya makna. Masjid maknanya dengan agama,
bisnis Barat ada makna, infrastruktur vital ada makna, ini mah
di taman kosong enggak jelas siapa targetnya," tambahnya.
Karena motivasi dan motifnya tak jelas, Emil pun menilai,
peristiwa ini tak lebih dari aksi kriminalitas semata atau si pelaku
tidak memiliki perhitungan yang baik mengenai aksi dan tujuannya.
"Kalau pesannya tentang keislaman, masak melukai sesama
Muslim, enggak masuk akal juga. Jadi menurut saya motivasinya
enggak jelas, bagi saya ini mah kriminalitas saja.
Mungkin dalam perjalanan meledak duluan, makanya gagal
definisinya itu ledakan tidak selesai atau apa. Jadi lokusnya
ke kelurahan mah takdir saja karena dikejar-kejar panik,
(pelaku) masuk ke situ," tutur Emil.
Sasaran antara
Sementara itu, kriminolog Universitas Padjadjaran Yesmil Anwar
menilai bahwa teror bom Bandung, Senin pagi, hanya sasaran
antara untuk tujuan yang lebih tinggi.
“Saya melihatnya ini lebih ke sasaran antara agar orang menoleh, lalu muncul tuntutannya dan didengar,” ujar Yesmil saat dihubungi melalui saluran telepon, Senin siang.
Yesmil melihat, pelaku ingin memunculkan fear of crime di tengah masyarakat, seperti pemilihan lokasi Arjuna yang berdekatan dengan lokasi sekolah dasar.
Tujuannya, lanjut dia, bukan terkait jumlah korban, melainkan kekhawatiran pada masyarakat yang ditimbulkan, apalagi jika dikaitkan dengan siswa SD. Menurut dia, ketika masyarakat merasa diteror maka pelaku akan dengan mudah mencapai tuntutannya.
“Bandung cukup seksi karena masyarakatnya heterogen dan dekat dengan Jakarta, dan ini bukan kejadian pertama. Kota Bandung sering dijadikan sasaran untuk artikulasikan tuntutannya didengar,” ungkapnya.
Terlebih lagi, Bandung memiliki potensi yang besar dalam hal publikasi. Jadi, lanjut Yesmil, informasi teror seperti ini akan mudah menyebar.
“Yang kami pelajari, pelaku masih amatiran. Mereka tidak mempersiapkan diri, malah lari ke kelurahan. Ini gaya pemula, tapi bisa dari jaringan lama atau jaringan baru,” tuturnya.
Namun pertanyaannya, pelaku membawa senjata api. Yesmil menilai, pertanyaan dari mana pelaku memperoleh senjata api harus segera ditelusuri.
Untuk itu, menurut Yesmil, masyarakat tidak hanya cukup bersikap tenang. Dia berharap, sistem keamanan berbasis RT-RW diaktifkan kembali sehingga masyarakat bisa segera melapor ketika ada gerakan mencurigakan.
Sistem keamanan RT-RW, satpam, Babinkamtibmas, Babinsa, lanjut dia, sebaiknya lebih terkoneksi.
“Petakan juga kantong kejahatan,” tutur Yesmil.
EmoticonEmoticon